TORAJA - Part IV: Sejarah Kopi Toraja
Sebelumnya
mari kita mengenal sedikit sejarah tentang Kopi Toraja, tentang
bagaimana tanaman kopi tersebut masuk ke Daerah Toraja dan lalu
berkembang menjadi salah satu ikon. Ngomong - ngomong Kopi Toraja sempat
dinobatkan sebagai Queen Of Coffee loh.
Tulisan di bawah ini
saya sadur dari sebuah blog, dimana tulisan tersebut saya nilai sangat
lengkap menyajikan informasi mengenai sejarah Kopi Toraja. Silahkan
dinikmati.---------------------------------------------------------------------------------------------
Sejarah Kopi Toraja
Di
wilayah Indonesia, kopi mulai ditanam pada abad ke-17 dan ini untuk
diminum oleh kalangan atas orang Belanda. Pada zaman penjajahan tentara
Jepang, pihak Jepang mencoba membuka perkebunan kopi di Toraja namun
gagal. Dengan demikian, kopi Toraja hilang di pasar sejak zaman Perang
Dunia Dua.
Sesudah
perang, seorang Jepang, Mr. Oki, presiden perusahaan perdagangan kopi,
mendengar adanya kopi yang bagus di Toraja namun sudah punah. Dia
bermimpi membuat ulang kopi Toraja lalu memutuskan untuk mencari
bibit-bibit kopi Toraja. Mr. Oki dan timnya datang ke Toraja pada
sekitar tahun 1970 dan terus mencari bibit kopi di wilayah pengunungan
dengan kuda atau jalan kaki selama satu bulan lebih. Berbagai kesulitan
dihadapi oleh mereka.
Akhirnya,
mereka menemukan beberapa bibit kopi dan mencoba mengembangkannya
kembali dan secara pelan-pelan memperbanyak bibitnya. Lalu, mereka
bermimpi membuka lahan untuk membuat perkebunan kopi Toraja yang akan
diekspor ke pasar dunia.
Mr.
Seino, orang Jepang yang baru masuk perusahaan Mr. Oki pada tahun 1976,
langsung ditunjuk sebagai utusan pembukaan perkebunan kopi karena dia
pernah bekerja di Lampung pada 1971-1973. Memang, ini pertama kali ia ke
Toraja. Pada waktu itu, jalan dari Makassar ke Toraja pun sangat buruk.
Setiba di Toraja, tidak ada apa-apanya.
Mr.
Seino harus mulai dari nol, termasuk dalam berkomunikasi dengan
masyarakat Toraja, tempat tinggal, dan kantor. Apalagi, kemampuan Bahasa
Indonesianya tidak bagus. Penentuan lokasi perkebunan kopi juga
mengalami berbagai kesulitan. Memang, waktu itu, PT Toarco Toraja sudah
didirikan sebagai PMA antara pihak Jepang dan pihak Indonesia
(perusahaan TNI), Mr. Seino bukan sendirian tetapi dukungannya tidak
cukup.
Sesudah
menentukan lokasi perkebunan kopi, muncul masalah lagi. Belum ada jalan
sampai ke lokasinya. Mr. Seino meminta pihak pemerintah daerah setempat
untuk membuat jalannya namun ditolak. Apa boleh buat, Seino harus
memutuskan membuat sendiri jalan tersebut yang jaraknya 6 km sampai ke
bukit Gunung Padamaran di atas. Kopi Arabika bisa berbuah jika
ketinggiannya di atas 800 meter.
Makin
tinggi lokasinya makin bagus kopi Arabikanya. Kondisi saat itu tentu
sulit. Semuanya hutan termasuk lokasi rencana perkebunan kopi itu dan
jalan sambungannya. Dengan berbagai kesulitan, akhirnya perkebunan kopi
di atas ketinggian 1000 meter dan jalan 6 km sampai ke perkebunan
diselesaikan. Jalan pegunungan ini dinamakan Jl. Seino, satu-satunya
jalan yang bernama orang Jepang di Indonesia.
Mr.
Seino bekerja di Toraja sebagai kepala perkebunan kopi yang pertama
pada 1977-1984, dan sekali lagi pada 1989-1993. Sesudah kembali ke
Jepang, Mr. Seino tetap bertugas sebagai pengawas perkembangan
perkebunan kopi di Toraja.
Namun,
Mr. Seino merasa belum puas tugasnya itu. Dia selalu menyesal karena
merasa belum cukup membalas sesuatu terhadap hati baik dan bantuan dari
masyarakat Toraja. Setiap hari, dia pikir apa yang bisa ia berikan
kepada masyarakat Toraja yang sangat membantu untuk kegiatan perusahaan
kopi tempatnya bertugas.
Mr.
Seino memcoba belajar teknik khusus penggalian sumur air yang bernama
"Kazusa Bori" (penggalian sistem Kazusa. Kazusa adalah nama kuno daerah
Chiba Selatan di Jepang), karena banyak masyarakat Toraja kesulitan
akses air bersih. Namun, karena usianya dianggap sudah tua dan terasa
tidak kuat badannya, Mr. Seino memutuskan tidak bisa lanjut belajar
Kazusa Bori. Mr. Seino mencari upaya yang lain untuk mengembalikan
sesuatu kepada masyarakat Toraja.
Kebetulan,
seorang professor dari suatu universitas swasta menawarkan pembuatan
pupuk organik dengan memanfaatkan buangan kulit kopi dan percobaannya
berhasil. Maka, Mr. Seino ingin menerapkan pembuatan kopi organik di
perkebunan kopi PT Toarco Toraja. Selain itu, Mr. Seino memikirkan
penanaman pohon sebagai shade tree buat penanaman kopi para petani
(catatan: PT Toarco Toraja lebih banyak membeli kopi dari mpetani
daripada produksi di perkebunan sendiri), dikaitkan dengan pendirian
pabrik pengelolaan kayu sebagai sumber penghasilan petani dengan
pembabatan shade treenya jika sudah besar. Mr. Seino bermimpi menghijaukan Toraja dengan kaitan produksi kopi yang ramah lingkungan, tanpa menyulitkan penghasilan petani.
Mr.
Seino adalah potret orang Jepang biasa. Hanya saja, dia mencintai Toraja
dan masyarakat Toraja daripada siapa pun di Jepang. Pada 31 Oktober
2008, Mr. Seino akhirnya menutup usia sesudah hidupnya selama 65 tahun
karena kanker liver.
Sambil
merasa minta maaf kepada masyarakat Toraja karena dia tidak bisa cukup
mengembalikan sesuatu yang berguna terhadap hati baik dan bantuan
masyarakat Toraja selama ini. Meninggalkan mimpi dan keinginan besar
untuk Toraja kepada kita semua.
TORAJA - Part IV: Sejarah Kopi Toraja
Sebelumnya
mari kita mengenal sedikit sejarah tentang Kopi Toraja, tentang
bagaimana tanaman kopi tersebut masuk ke Daerah Toraja dan lalu
berkembang menjadi salah satu ikon. Ngomong - ngomong Kopi Toraja sempat
dinobatkan sebagai Queen Of Coffee loh.
Tulisan di bawah ini
saya sadur dari sebuah blog, dimana tulisan tersebut saya nilai sangat
lengkap menyajikan informasi mengenai sejarah Kopi Toraja. Silahkan
dinikmati.---------------------------------------------------------------------------------------------
Sejarah Kopi Toraja
Di
wilayah Indonesia, kopi mulai ditanam pada abad ke-17 dan ini untuk
diminum oleh kalangan atas orang Belanda. Pada zaman penjajahan tentara
Jepang, pihak Jepang mencoba membuka perkebunan kopi di Toraja namun
gagal. Dengan demikian, kopi Toraja hilang di pasar sejak zaman Perang
Dunia Dua.
Sesudah
perang, seorang Jepang, Mr. Oki, presiden perusahaan perdagangan kopi,
mendengar adanya kopi yang bagus di Toraja namun sudah punah. Dia
bermimpi membuat ulang kopi Toraja lalu memutuskan untuk mencari
bibit-bibit kopi Toraja. Mr. Oki dan timnya datang ke Toraja pada
sekitar tahun 1970 dan terus mencari bibit kopi di wilayah pengunungan
dengan kuda atau jalan kaki selama satu bulan lebih. Berbagai kesulitan
dihadapi oleh mereka.
Akhirnya,
mereka menemukan beberapa bibit kopi dan mencoba mengembangkannya
kembali dan secara pelan-pelan memperbanyak bibitnya. Lalu, mereka
bermimpi membuka lahan untuk membuat perkebunan kopi Toraja yang akan
diekspor ke pasar dunia.
Mr.
Seino, orang Jepang yang baru masuk perusahaan Mr. Oki pada tahun 1976,
langsung ditunjuk sebagai utusan pembukaan perkebunan kopi karena dia
pernah bekerja di Lampung pada 1971-1973. Memang, ini pertama kali ia ke
Toraja. Pada waktu itu, jalan dari Makassar ke Toraja pun sangat buruk.
Setiba di Toraja, tidak ada apa-apanya.
Mr.
Seino harus mulai dari nol, termasuk dalam berkomunikasi dengan
masyarakat Toraja, tempat tinggal, dan kantor. Apalagi, kemampuan Bahasa
Indonesianya tidak bagus. Penentuan lokasi perkebunan kopi juga
mengalami berbagai kesulitan. Memang, waktu itu, PT Toarco Toraja sudah
didirikan sebagai PMA antara pihak Jepang dan pihak Indonesia
(perusahaan TNI), Mr. Seino bukan sendirian tetapi dukungannya tidak
cukup.
Sesudah
menentukan lokasi perkebunan kopi, muncul masalah lagi. Belum ada jalan
sampai ke lokasinya. Mr. Seino meminta pihak pemerintah daerah setempat
untuk membuat jalannya namun ditolak. Apa boleh buat, Seino harus
memutuskan membuat sendiri jalan tersebut yang jaraknya 6 km sampai ke
bukit Gunung Padamaran di atas. Kopi Arabika bisa berbuah jika
ketinggiannya di atas 800 meter.
Makin
tinggi lokasinya makin bagus kopi Arabikanya. Kondisi saat itu tentu
sulit. Semuanya hutan termasuk lokasi rencana perkebunan kopi itu dan
jalan sambungannya. Dengan berbagai kesulitan, akhirnya perkebunan kopi
di atas ketinggian 1000 meter dan jalan 6 km sampai ke perkebunan
diselesaikan. Jalan pegunungan ini dinamakan Jl. Seino, satu-satunya
jalan yang bernama orang Jepang di Indonesia.
Mr.
Seino bekerja di Toraja sebagai kepala perkebunan kopi yang pertama
pada 1977-1984, dan sekali lagi pada 1989-1993. Sesudah kembali ke
Jepang, Mr. Seino tetap bertugas sebagai pengawas perkembangan
perkebunan kopi di Toraja.
Namun,
Mr. Seino merasa belum puas tugasnya itu. Dia selalu menyesal karena
merasa belum cukup membalas sesuatu terhadap hati baik dan bantuan dari
masyarakat Toraja. Setiap hari, dia pikir apa yang bisa ia berikan
kepada masyarakat Toraja yang sangat membantu untuk kegiatan perusahaan
kopi tempatnya bertugas.
Mr.
Seino memcoba belajar teknik khusus penggalian sumur air yang bernama
"Kazusa Bori" (penggalian sistem Kazusa. Kazusa adalah nama kuno daerah
Chiba Selatan di Jepang), karena banyak masyarakat Toraja kesulitan
akses air bersih. Namun, karena usianya dianggap sudah tua dan terasa
tidak kuat badannya, Mr. Seino memutuskan tidak bisa lanjut belajar
Kazusa Bori. Mr. Seino mencari upaya yang lain untuk mengembalikan
sesuatu kepada masyarakat Toraja.
Kebetulan,
seorang professor dari suatu universitas swasta menawarkan pembuatan
pupuk organik dengan memanfaatkan buangan kulit kopi dan percobaannya
berhasil. Maka, Mr. Seino ingin menerapkan pembuatan kopi organik di
perkebunan kopi PT Toarco Toraja. Selain itu, Mr. Seino memikirkan
penanaman pohon sebagai shade tree buat penanaman kopi para petani
(catatan: PT Toarco Toraja lebih banyak membeli kopi dari mpetani
daripada produksi di perkebunan sendiri), dikaitkan dengan pendirian
pabrik pengelolaan kayu sebagai sumber penghasilan petani dengan
pembabatan shade treenya jika sudah besar. Mr. Seino bermimpi menghijaukan Toraja dengan kaitan produksi kopi yang ramah lingkungan, tanpa menyulitkan penghasilan petani.
Mr.
Seino adalah potret orang Jepang biasa. Hanya saja, dia mencintai Toraja
dan masyarakat Toraja daripada siapa pun di Jepang. Pada 31 Oktober
2008, Mr. Seino akhirnya menutup usia sesudah hidupnya selama 65 tahun
karena kanker liver.
Sambil
merasa minta maaf kepada masyarakat Toraja karena dia tidak bisa cukup
mengembalikan sesuatu yang berguna terhadap hati baik dan bantuan
masyarakat Toraja selama ini. Meninggalkan mimpi dan keinginan besar
untuk Toraja kepada kita semua.